Jumat, 17 Juni 2011

Hukuman Yang Mendidik Untuk Anak

Memberikan hukuman kepada anak-anak tetap harus dilakukan dengan cara yang mendidik, senakal apapun mereka. Kenakalan merupakan bagian tak terpisahkan dari masa tumbuh kembang anak, terutama di masa 7 tahun pertamanya. Banyak orang tua yang merespon kenakalan si kecil dengan mengekspresikan kemarahan yang tidak semestinya, memberikan hukuman fisik, bahkan tidak sedikit yang berlanjut menjadi kekerasan fisik. Padahal, bentuk hukuman seperti itu bisa mengganggu perkembangan emosi anak, hingga tak jarang perilaku nakalnya semakin menjadi atau “semakin liar”.
Memarahi si kecil karena kesalahnnya itu wajar, asalkan orang tua tidak mengucapkan kata-kata kasar dan merendahkan yang akan menempel sebagai memori negatif hingga ia dewasa kelak. Memberi hukuman karena kenakalannya pun sebisa mungkin harus dilakukan dengan cara yang mendidik dan efektif. Artinya, tanpa hukuman fisik apalagi berlanjut menjadi kekerasan fisik.
Mengapa demikian? Ada beberapa alasan yang cukup rasional. Pertama, karena masa kecil merupakan masa emas bagi anak, masa tumbuh kembang fisik, emosi, mental dan intelektualnya, masa bermain yang bisa membuatnya bahagia, masa yang patut dikenang sebagai masa terindah dalam hidupnya. Kedua, ketika seseorang marah dan tidak bisa mengendalikan amarah dan emosinya, maka bisa berlanjut menjadi kekasaran dan kekerasan baik fisik maupun ucapan, sehingga bisa menyakitkan dan membekas di hati dan memori otak anak. Ketiga, memarahi saja tidak cukup tanpa memberikan perhatian, teladan sikap dan perilaku terhadap anak. Setiap anak membutuhkan perhatian dari oranng terdekatnya, khusunya kedua orang tuanya. Bisa saja tingkah nakalnya ia lakukan karena merasa kurang perhatian atau tidak diperhatikan.
Lalu bagaimana cara memberikan hukuman yang mendidik buat si kecil? Sebagai orang tua, perlu kita ingat dan kita pahami bahwa tujuan kita memberikan hukuman kepada anak bukan untuk menyakitinya, melainkan untuk mendisiplinkannya. Disiplin tidak selalu identik dengan keras dan kasar, tetapi dalam penerapnnya diperlukan konsistensi, baik dalam memberikan hukuman maupun dalam memberikan teladan sikap, ucapan dan perilaku. Idealnya, sebuah hukuman pun harus memberikan efek jera bagi si kecil. Namun, dalam praktiknya, kita juga harus bijaksana dalam memahami kenakalan atau kesalahan yang dilakukan si kecil, sehingga kita dapat menyesuaikan cara dan jenis hukuman dengan usia anak. Memeberikan hukuman kepada anak usia balita tentu harus dibedakan dengan anak di atas usia 5-7 tahun, karena normalnya, kecerdasan emosi dan rasional mereka terus berkembang sejalan pertambahan usianya.
Dalam sebuah penelitian sebagaimana dilansir kompas.com, Dr. Paul Frick, salah satu pengajar dari University of New Orleans, AS menyimpulkan bahwa ada 3 cara dalam memberikan hukuman efektif bagi si kecil. Ketiga cara yang telah dimuat di Journal of Applied Developmental Psychology berikut ini lebih efektif dibandingkan dengan hukuman fisik seperti memukul.
  1. Mendiamkan atau memberikan mereka waktu sendiri untuk merenungi kesalahannya. Setelah itu, baru ajak ia ngobrol dan tanyakan alasan mengapa ia melakukan hal itu
  2. Memberikan anak tugas rumah tambahan sesuai kemampuan dan usianya. Bagi anak berusia di bawah 5 tahun hal ini mungkin belum bisa diterapkan secara saklek
  3. Tidak memperbolehkan si kecil melakukan aktivitas favoritnya untuk sementara. Misalnya, tak diizinkan bermain internet dan menonton acara televisi favoritnya selama seminggu.
Menurut Dr. Paul Frick konsistensi merupakan kunci dalam memberikan hukuman yang menggunakan tipe mendisiplinkan anak. Hukuman fisik memang sementara bisa menghentikan kenakalnnya, tetapi dampaknya bisa lebih beresiko terhadap faktor mental dan rasa percaya dirinya.
Bila kita cermati, hukuman fisik seperti memukul memang selain menimbulkan rasa sakit juga bisa membuat anak stres dan merasa takut salah dalam melakukan sesuatu. Dalam jangka panjang, hal ini bisa berpengaruh terhadap perkembangan mental psikologisnya. anak bisa saja berkembang menjadi peragu, merasa takut salah dalam bertindak atau mengambil keputusan, tidak mandiri dan tidak percaya diri atau bahkan bertingkah lebih liar dengan mengembangkan pemahamannya bahwa kemarahan boleh ditindaklanjuti dengan kekerasan. Di masa perkembangannya, anak-anak banyak meniru ucapan dan perbuatan orang tua atau keluarganya. Karena itu, cara kita memberikan hukuman kepada mereka merupakan bentuk pola asuh dan didikan yang harus kita cermati, kita pahami dan kita terapkan secara bijaksana.
Sekecil apapun pengalaman yang mereka rasakan di masa kecil dan sekecil apapun yang kita lakukan terhadap mereka di masa kecil akan berpengaruh terhadap masa depannya kelak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar