Emosi merupakan energi jika kita mampu menguasai dan mengendalikannya. Membiarkan emosi menguasai dan mengendalikan diri kita hanya akan merusak dan menghancurkan diri kita.
Emosi merupakan potensi kekuatan yang tersembunyi pada diri setiap manusia. Keberadaan emosi merupakan anugerah yang mendasari tingkah laku kita, serta merupakan bahasa komunikasi yang unik dalam diri kita dan dalam hubungan antarmanusia. Memanfaatkan emosi memang tidak biasa karena kecenderungan persepsi tentang emosi identik dengan destruktif bahkan ofensif. Persepsi seperti ini perlu diluruskan karena memanfaatkan emosi berarti memahami fungsi emosi dalam kehidupan kita, sehingga kita dapat memanfaatkannya sebagai energi yang dapat meningkatkan kualitas diri dan kehidupan kita. Bagaimana emosi kita manfaatkan sebagai energi kehidupan? Mengapa kita perlu memanfaatkan emosi?
Kata emosi berasal dari bahasa Latin emovere yang berarti bergerak menjauh. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Berdasarkan pengertian ini, emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Emosi itulah yang mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Dengan kata lain, emosi dapat dikatakan sebagai refleksi perasaan sekaligus barometer kestabilan perasaan. Reaksi yang timbul bisa berupa kekecewaan, kemarahan, kekesalan atas kenyataan yang diterima. Karena itu, emosi bisa bersifat konstruktif maupun destruktif.
Sejatinya, semua yang bersentuhan dengan kehidupan kita memiliki manfaat dan bisa dimanfaatkan sebagai energi kehidupan itu sendiri, tidak terkecuali dengan emosi yang dalam kenyatannya merupakan bentuk perasaan, bersentuhan dengan hati, tingkah laku dan tindakan kita. Memanfaatkan emosi sebagai energi terletak pada kemampuan kita mengendalikan sifat destruktifnya, serta mengelola sifat konstruktifnya agar bisa seimbang dan menghasilkan tindakan-tindakan yang positif. Perlu kita pahami bahwa dalam kehidupan, kita bersentuhan dengan logika dan emosi. Dalam kenyataannya, emosi lebih sering mendasari tingkah laku dan tindakan kita daripada logika. Dengan demikian, kita juga perlu menjaga keseimbangan logika dan emosi agar kendali terhadap emosi semakin efektif.
Mungkin dalam benak kita sering timbul pertanyaan, mengapa kita memiliki emosi? Jawabannya sederhana. Karena emosi memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan kita. Kita tidak bisa memanfaatkan emosi dengan baik tanpa memahami fungsi emosi itu sendiri. Emosi berfungsi sebagai penyedap rasa kehidupan yang membuat hidup lebih bergairah, bersemangat, bermakna dan berenergi. Menjadi pelengkap romantika kehidupan, sehingga hidup terasa lebih, indah, bernuansa, bervariasi dan bersinergi. Tanpa emosi, hidupa kan terasa hambar, datar, kaku dan monoton. Karena itu, emosi jangan ditekan dan disembunyikan terlampau dalam, bisa menghambat kedinamisan perasaan dan kehidupan kita.
Memanfaatkan emosi memerlukan cara dan media penyaluran karena tidak semua orang memiliki kemampuan mengendalikan dan mengelola emosi dengan cepat dan tepat. Awalnya, kita pasti butuh tempat melampiaskan emosi untuk paling tidak meredakan dan melegakan. Ada beberapa hal sederhana yang bisa dimanfaatkan sebagai cara menyaluran emosi yang positif.
Pertama, menangis. Secara psikologis, menangis mampu membuat perasaan menjadi lebih baik, nyaman, dan tenang karena tangisan dapat membantu menyingkirkan kimiawi stres dalam tubuh yang diakibatkan oleh dramatisasi perasaan dan dorongan emosi, sehingga bisa menurunkan kadar emosi, agresivitas dan depresi. Setelah menangis, perasaan menjadi lebih lega, sehingga energi berupa mood untuk melanjutkan aktivitas kembali terangkat. Energi inilah yang sebenarnya mampu mengendalikan agresivitas dari emosi destruktif kita dan dengan energi inilah kita lebih mampu mengelola emosi konstruktif agar lebih stabil dan diarahkan untuk melakukan aktivitas yang lebih positif.
Kedua, menyalurkan emosi melalui kegiatan hobi seperti menulis atau melukis. Menulis merupakan media penyaluran emosi yang efektif karena menulis dapat mengurangi tekanan perasaan, distress bahkan menyembuhkan trauma. Sewaktu menulis, kita melepaskan emosi destruktif menjadi serangkaian tulisan yang apa adanya. Energi dari emosi ini kita ekspresikan dan kita manfaatkan untuk menyusun kalimat dan mengolah kata-kata hingga menjadi sebuah ungkapan perasaan yang sebenarnya. Menulis diary merupakan hal umum yang dilakukan untuk mengekspresikan perasaan, sehingga tidak merasa tertekan dengan dorongan emosinya dan tidak takut untuk menutup-nutupi emosinya dalam wajah sebuah tulisan. Namun, lebih dari itu, emosi ternyata bisa menjadi energi sebuah tulisan. Coba kita perhatika beberapa tulisan fiksi. Emosi penulis seringkali berperan besar dan membuat tulisan tersebut justru semakin hidup karena tanpa emosi pelaku cerita, novel atau cerpen akan terasa “garing”. Katakanlah fiksi bisa menjual emosi penulis dan mengangkat emosi pembaca, terlepas dari sisi imajinatif atau realnya kisah yang diungkapkan. Ini merupakan bentuk pengendalian dan pengelolaan emosi hingga menjadi energi untuk menghasilkan sebuah karya yang bernilai dan bermanfaat. Demikian pula dengan lukisan, emosi pelukis dapat diekspresikan lewat goresan warna, sehingga tercipta keindahan dan makna yang dalam dari lukisan itu (tentu saja bagi yang mengerti lukisan). Jadi, sesungguhnya emosi dapat dimanfaatkan sebagai energi untuk berkarya yang dapat menuntun kepada kesuksesan kita.
Ketiga, berbicara dan bercinta dengan Yang Maha Cinta. Keberadaan-Nya merupakan energi ruhani yang luar biasa. Menyalurkan emosi melalui hubungan dengan-Nya menjadi energi kehidupan yang sesungguhnya. Dalam hal ini, emosi berperan besar dalam membangun energi spiritual kita. Tanpa emosi, percintaan kita dengan Tuhan akan terasa hambar dan datar. Hubungan emosional dengan Tuhan didasari oleh kebutuhan akan Dzat Yang Maha, menumbuhkan energi untuk meminta, berupaya dan berserah dalam doa. Saat kita kesulitan, biasanya kita akan tenggelam, khusyuk dalam lautan tangis dan doa, sehingga kita merasa dekat dengan Tuhan. Jika kedekatan ini terus diaplikasikan dalam keadaan apapun, ini akan menumbuhkan kepercayaan, keyakinan, keimanan dan ketakwaan yang lebih terjaga, menjadi energi penuntun langkah hidup kita. Tuhan lah muara dari segala doa dan harapan kita, pelabuhan abadi cinta yang hakiki yang akan menuntun hidup lebih berenergi.
Jadi, manfaatkanlah emosi dengan mengelola dan mengendalikannya melalui cara penyaluran yang benar. E
Tidak ada komentar:
Posting Komentar